PERJALANAN MENJADI DEWASA: BERDAMAI DENGAN KEGAGALAN (PART 2)

Baca dulu Perjalanan Menjadi Dewasa: Warna Dalam Perjalanan (Part 1)

Dalam ingatan saya, tahun 2019 benar-benar tahun yang mendewasakan. Diawali dengan beberapa kabar baik, dipatahkan oleh ekspektasi-ekspektasi saya, lalu bagaimana saya bertahan dan bisa survive di tahun ini?

  • Titik balik 

Selepas kejadian tersebut, saya tidak henti-hentinya meratapi jalan hidup saya. Mengapa hidup ini terasa begitu berat, seakan-akan saya tidak sanggup memikul beban tersebut. Ditengah kegalauan tersebut, Allah SWT mendekatkan kembali sahabat-sahabat saya yang sempat saya 'lupakan' dengan kehadiran si 'dia' sekaligus memberikan sahabat baru bagi saya untuk menemani perjalanan hidup saya. Mereka adalah sahabat-sahabat saya yang selalu mendukung saya dalam segala hal. Kehadiran mereka memberikan saya ruang untuk berbagi cerita, karena jujur saja saya tidak kuat untuk memendam cerita tersebut seorang diri. 

Ialah Ranny (bukan nama sebenarnya) sosok perempuan tangguh yang dihadirkan Allah SWT dalam hidup saya sebagai sahabat di tengah mengerjakan skripsi. Saya dan Ranny berada dalam satu dosen pembimbing skripsi yang sama, karenanya kami sering bersama-sama untuk waktu yang lama. Karena kebersamaan inilah hubungan kami berubah menjadi semakin dekat, dari yang awalnya hanya teman satu kelas di beberapa mata kuliah dan hanya sekadar say 'hi' kalau bertemu menjadi hubungan yang saling menguatkan.

Membangun hubungan pertemanan diwaktu terakhir perkuliahan bukanlah hal yang mudah. Pada saat itu saya merasakan perlahan-lahan hubungan pertemanan yang terjalin di awal-awal masa perkuliahan mulai merenggang seiring dengan kesibukan masing-masing. Beruntunglah Ranny hadir dalam hidup saya, kami saling menyemangati dalam menyelesaikan skripsi, saling mendukung dalam menyelesaikan administrasi perkuliahan, hingga saling menguatkan selepas tuntasnya masa studi kami.

Hidup kami saat itu memang tidak baik-baik saja. Tuntutan hidup dan keluarga terus menerus menghantui kami, akan tetapi usaha kami belumlah membuahkan hasil. Kami saling menguatkan meski sesekali menghardik jalan hidup yang kami lalui. Meskipun demikian, kami hanya sesekali menangis, lalu menertawakan jalan hidup kami yang begitu kacau, setelahnya kami berjanji untuk berusaha hidup dengan baik.

Kehadiran Ranny dalam hidup saya saat itu sangat saya syukuri. Terima kasih Ranny kamu telah mendengarkan cerita-cerita galau saya, terima kasih sudah selalu fast respond ketika saya chat saat saya sangat ingin chat si dia, terima kasih kamu telah menguatkan saya kala itu. Segala doa baik dari saya semoga kamu selalu sehat dan diberkahi dalam setiap langkah baik yang kamu lakukan ❤  

  • Datangnya Keajaiban 

Ada satu perkataan Ranny yang saya ingat sampai sekarang, perkataan ini yang membuat saya bangkit dari keterpurukan saat itu.

"Kamu boleh saat ini sedih dan nangis karena dia. Setelah itu kamu harus bangkit dan stop mikirin dia lagi, gunaian energi sedihmu buat balas dendam. Balas dendam terbaik jadi versi terbaik dalam dirimu, dan buktikan kalau kamu bisa berdiri tegak tanpa adanya dia dalam hidupmu. Kamu terlalu berharga buat tenggelam dalam kesedihan karena orang yang tidak menghargai kamu" 

Setelah merasa tertampar dengan perkataan tersebut, perlahan-lahan saya mulai bangkit. Saya mempelajari tentang self-love, toxic relationship, dan tema-tema terkait dengan women empowerment dan gender studies. Dari situlah saya sadar bahwa saya selama ini berada dalam toxic relationship, dan juga saya sangat kurang mencintai dan menghargai diri saya sendiri sehingga saya memiliki perasaan 'takut untuk ditinggalkan dan beranggapan tidak ada laki-laki lain yang mencintai saya'.

Saya mulai menyibukkan diri untuk membenahi diri saya. Mulai dari lebih banyak mengirimkan lamaran pekerjaan, latihan soal untuk tes kerja, hingga mengurangi intensitas bermain media sosial. Oh iya, dan juga saya mulai meng-unfollow siapa-siapa yang toxic dalam daftar pengikut instagram saya. Saya juga beberapa kali melakukan deactive account instagram dan saya sangat berusaha untuk tidak terlalu sering memposting di sosial media.

Alhamdulillahnya saya sudah beberapa kali dipanggil oleh beberapa perusahaan untuk wawancara kerja. Selain itu saya berhasil lolos seleksi tahap satu di salah satu perusahaan BUMN, hingga sudah sampai di tahap akhir seleksi pegawai BUMD di kota saya. Qadarullah semua itu masih belum menjadi rezeki saya, saya digagalkan untuk berulang kalinya. Bismillah, tidak apa-apa memang bukan rezeki saya.

Saya mendapati quotes yang sangat menarik ketika saya sedang scrolling pinterest, yang isinya:

"Apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku" Umar bin Khattab

Pada saat itu, saya sudah benar-benar pasrah. Saya hanya berdoa semoga Allah SWT memberikan jalan hidup yang terbaik bagi saya. Dan benar saja beberapa waktu kemudian saya secara resmi diterima sebagai seorang guru di salah satu sekolah swasta bonafide di Kota Surabaya. Saya menjadi guru pendamping untuk anak inklusi di jenjang SMP. 

Mungkin beberapa orang menganggap ini bukan pekerjaan yang keren ataupun sumber uang, akan tetapi saya sangat senang menjadi seorang guru dan saya menyukai pekerjaan saya. Saya juga menyadari bahwa saya memiliki bakat mengajar meski hanya mengajar secara one on one bukan klasikal, dan saya senang apabila siswa saya paham dengan apa yang saya ajarkan.

Teman-teman masih ingat pada cerita bagian 1 saya menceritakan bahwa saya ingin melanjutkan pendidikan S2 kan?

Akan tetapi saat itu saya masih tidak punya pandangan akan mengambil spesialisasi apa, sempat ada keinginan mengambil magister psikologi science pendidikan akan tetapi ragu apakah itu jalan yang terbaik atau bukan. Karena untuk S2 psikologi di Indonesia ada dua bentuk, magister psikologi profesi dan magister psikologi science. Kemudian bidang yang lebih spesifik ada science pendidikan, science klinis,  science perkembangan, science sosial, science industri, profesi pendidikan, profesi klinis, dan profesi industri. Dengan begitu banyaknya spesialisasi dalam S2 psikologi, saya masih belum yakin akan membawa keilmuan saya dalam spesialisasi apa.

Profesi yang saya jalani ternyata memberikan jawaban atas kebingungan saya dalam menentukan spesialisasi. Setelah diberikan kesempatan selama dua tahun berkecimpung dalam dunia anak inklusi, saya akhirnya menemukan spesialisasi yang inshaAllah tepat bagi saya. Nanti setelah saya sudah menjadi mahasiswa kembali, saya akan menceritakan spesialisasi yang saya ambil, untuk sementara saya keep dulu ya. Doakan saya teman-teman, semoga saya bisa disegerakan dan dimudahkan untuk menempuh pendidikan S2. Dan saya juga mendoakan teman-teman juga semoga diberikan kemudahan dan kelancaran dalam setiap urusannya.

Lalu bagaimana untuk ending dari masalah hati saya?

Setelah saya keterima kerja, saya menjadi sibuk sehingga tidak ada waktu untuk memikirkan kegalauan saya. Selain itu saya semakin menyibukkan diri dengan mengajar les privat hingga akhirnya perlahan-lahan saya mulai berdamai dengan diri saya sendiri. 

Saya menyadari bahwa hubungan saya dengan dia tidak selesai dengan cara yang baik. Karenanya ketika serpihan kenangan tentang dia kembali hadir dalam ingatan saya, rasa sesak masih menyelimuti diri saya. Pun saya mengakui dan menerima perasaan tersebut. Hingga dua tahun kemudian terkadang saya masih merasakan mual dan pusing saat terpantik oleh ingatan tentang dia, dan kadang saya baik-baik saja. 

Sungguh, saya sudah berdamai dengan masa itu dan saya sudah melalui lima tahapan berduka dan benar-benar move on. Buktinya saya hidup lebih baik saat ini tanpa kehadiran dia, saya lebih bahagia, dan lebih menikmati hidup saya. Akan tetapi saya merasa harus berusaha lebih untuk menyembuhkan psikis saya, karena saya masih merasa tidak baik-baik saja. Karenanya saya perlu berkonsultasi lebih jauh dengan tenaga professional, doakan saya ya :)

Sidoarjo, 01 April 2022

Sandyakala 💗

Baca selanjutnya Perjalanan Menuju Dewasa: Memetik Hikmah Dalam Setiap Perjalanan (End)

 

Comments