PERJALANAN MENUJU DEWASA: HIKMAH DARI SETIAP PERJALANAN (END)

Baiklah, setelah melalui perjalanan hidup yang penuh lika-liku di cerita part 1 dan cerita part 2 rasanya belum afdhol jika tidak mengambil hikmah dari suatu kejadian. Lika-liku perjalanan hidup yang saya lalui bukan hanya menampar saya bahwa "Seindah apapun rencanamu, sebaik apapun rencanamu, hanya rencana Allah-lah yang terbaik" tetapi juga memberikan pelajaran hidup yang sangat berharga bagi saya. Jujur saya setelah mengalami perjalanan hidup yang demikian, saya menjadi pribadi yang lebih banyak berpikir sebelum bertindak dan tidak mudah terbawa perasaan. Bagaimanapun, secinta apapun kita dengan seseorang, logika tetap harus berjalan. Apabila tidak, tentunya akan terjadi bias pada perasaan cinta kita yang berakhir dengan terpenjaranya dalam hubungan yang tidak sehat. 

Kiranya, inilah hikmah yang telah saya renungkan dan yang telah saya validasi kebenarannya:

  • Love Yourself First!

Poin ini saya letakkan paling awal karena inilah inti dari segala hikmah yang telah saya renungkan. Pada saat itu saya memang tidak mencintai diri saya sendiri dengan sepenuhnya. Saya berusaha mencapai segala tuntutan ekspektasi yang ada di masyarakat, misal diumur sekian harus sudah ini, sudah mempunyai itu, dan sebagainya. Sebenarnya ini memang murni dari sikap saya yang belum cukup dewasa dalam menyikapi hidup, tidak ada yang menuntut saya, pun dengan orang tua saya yang tidak menuntut saya harus bla bla bla. Akan tetapi hal ini sudah terpatri dalam benak dan pikiran saya. Karena sudah terbiasa hidup serba cepat dan berusaha menjadi yang terbaik dalam segala hal, saya tidak ingin menjadi kalah dalam sebuah pencapaian dan harus menjadi yang tercepat.

Akan tetapi semua itu terasa hampa bagi saya, saya tidak merasakan kebahagiaan meski saya telah mencapai suatu tujuan. Hidup saya tidak pernah merasa santai, seakan-akan ada yang mengejar saya setiap saat dan melecuti saya ketika saya lengah.

Demikian pula yang terjadi dalam hubungan romansa saya, saya berharap bisa bahagia dengan saya memiliki pasangan dan berada di sebuah hubungan romantis. Akan tetapi saya terlambat menyadari bahwa sejatinya kebahagiaan bukan sesuatu yang bisa diberikan oleh seseorang akan tetapi kita sendiri yang harus menciptakannya. Karenanya hubungan saya mengalami kegagalan yang disebabkan oleh ekspektasi saya sendiri.

Saat ini saya menyadari bahwa agar berhasil dalam sebuah hubungan maka saya harus merasa bahagia terlebih dahulu dengan hidup saya, dengan saya menjadi bahagia saya tidak perlu berharap/menuntut pasangan saya memberikan kebahagiaan dalam diri saya. Begitu pula dengan yang akan menjadi pasangan saya, ia harus bisa bahagia dengan dirinya sendiri. Sehingga saya dan pasangan bisa saling membersamai untuk bertumbuh menjadi semakin baik setiap saat.

Lalu untuk diri saya, tidak apa-apa kok berusaha keras mencapai target hidup yang diharapkan. Namun perlu diingat bahwa bunga mawar tidak ada yang mekarnya bersamaan antara satu pohon dengan pohon lainnya. Begitu pula manusia, pencapaian kita hari ini maupun besok bisa jadi tidak sama dengan teman-teman seumuran kita lainnya, tapi itu nggak apa-apa loh. Toh bunga mawar akan mekar diwaktu yang tepat, begitu pula kita akan berhasil pada waktu yang tepat.

Namanya juga hidup, perlu banyak-banyak kerja keras. Tidak apa-apa ketika kita merasa capek dan mengistirahatkan diri sebentar, setelahnya kita bisa berjalan dengan fisik dan psikis yang fit, dan yang penting kita bisa menikmati setiap perjalanan yang kita lalui. 

  • Sadari Jenis Relasi Romantis

Selama beberapa waktu, saya ternyata terjebak dalam toxic relationship. Hal ini baru saya sadari ketika saya sudah mampu berdamai dengan kegagalan kisah cinta saya. Artinya ketika saya sudah melalui fase nangis-nangis bombay, menolak kenyataan (denial), anger, hingga diri saya sudah bisa memaafkan dan menerima kenyataan. 

Pada awalnya saya tidak tahu sama sekali apa itu hubungan yang sehat atau hubungan toxic, pun saya tidak tahu dengan istilah green flag atau red flag dalam sebuah hubungan. Hingga akhirnya Allah mematahkan hati dan pengharapan saya pada salah satu hambanya, mungkin hal ini dilakukan agar saya menyadari bahwa selama ini saya berada dalam hubungan yang tidak sehat. 

Hubungan yang selama ini saya jalani hanya sedikit porsi kebahagiaan yang saya rasakan. Sisanya saya dipenuhi oleh perasaan ragu akan kemampuan diri sendiri, rasa insecure yang tinggi, menganggap diri saya tidak ada yang bisa dibanggakan, karenanya hal ini berdampak pada diri saya yang selalu memandang negatif pada diri saya sendiri. Singkatnya, keberhargaan diri saya sangatlah rendah. Padahal sebelum saya menjalin hubungan tersebut, saya sangat menghargai diri saya. Sehingga saya merindukan masa-masa dimana saya bangga terhadap diri saya yang berharga, termasuk menerima segala kekurangan dan kelebihan saya dengan hati yang lapang.

Karenanya teman-teman, ketika kita berada dalam suatu relasi romantis, perlu kiranya kita menyadari apakah relasi tersebut toxic atau tidak, pasangan kita mempunyai lebih banyak ciri green flag atau red flag, dan yang terpenting bahagiakah kita ketika berada di relasi tersebut. InshaAllah next time saya akan mengulas lebih lanjut istilah-istilah diatas agar lebih mudah kita pahami bersama-sama. Sehingga kita tidak terjebak dalam hubungan yang toxic.

  • Percaya Pada Rencana Terbaik-Nya

Saya percaya bahwa Allah tidak pernah tidur, pun saya percaya Allah telah mengatur jalan hidup terbaik bagi setiap hambanya. Karenanya saya tidak bosan-bosan menengadahkan tangan seraya meminta agar saya diberikan jalan yang terbaik dalam menjalani hubungan ini. Hingga Allah menjawab doa saya melalui patah hati  yang saya rasakan tersebut.

Awalnya saya bertanya-tanya mengapa saya dipertemukan dengan seseorang hanya untuk membuat saya patah hati, mengapa Allah mematahkan hati saya setelah saya merasakan cinta dalam hubungan dengan lawan jenis, mengapa saya tidak diberikan kisah cinta yang indah seperti impian banyak orang, dan banyak pertanyaan mengapa lainnya. 

Setelah saya sudah melalui fase pemaafan, saya menyadari bahwa dibalik sakitnya patah hati yang saya rasakan, Allah memberikan jalan yang terbaik bagi saya. Allah mematahkan hati saya untuk menyelamatkan saya. Ya Allah, betapa berdosanya hambamu ini telah bersuudzon atas rencanamu. Astagfirullah hal adzim. Maafkan saya Ya Allah.

Saya menyadari bahwa beberapa orang yang singgah dalam hidup kita tidak selamanya akan menetap. Beberapa orang hadir untuk memberikan pelajaran hidup bagi kita, beberapa lainnya hadir hanya sekedar menemani perjalanan hidup kita, dan beberapa hadir karena ditakdirkan untuk menetap di hidup kita.

Kalau kata Tsana, kita tidak akan belajar kalau tidak tahu salahnya dimana. Kita tidak akan tahu rasanya sembuh kalau tidak diberikan sakit. Kita tidak akan tahu seseorang itu baik atau tidak, kalau bukan Tuhan sendiri yang patahin hati kita.

  • Rumah Terbaik Adalah Diri Sendiri

Sebuah cerita tidak selalu berjalan yang lancar, pun tidak selalu berakhir dengan happy ending. Malah semakin berliku jalan cerita yang dituliskan, dan semakin tidak tertebak ending dari cerita tersebut akan membuat penonton merasa penasaran dan semakin menarik untuk ditonton. 

Begitupula dengan hidup kita, suatu saat kita akan menemukan seseorang dan kita bersama-sama menjadi pemeran utama dalam sebuah cerita. Akan tetapi menjadi pemeran utama tidak selalu bertahan untuk waktu yang lama, kadangkala pamornya lebih redup daripada pameran kedua, digantikan dengan pemeran yang lain, atau bahkan dipensiunkan.

Baca juga Catatan Menuju Seperempat Abad

Karenanya ketika kita menemukan the true one, tapi suatu saat dia harus pergi. Kita harus belajar tentang bagaimana membuka, membaca, membalik, menutup, meletakkan, dan kembali membuka lembaran baru. Untuk mencintai dan kehilangan seseorang itu tentang mengingat, bukan menyimpan. Karena hidup harus terus berjalan dengan atau tanpa kehadiran dia di hidup kita.

Maka sangat tidak bijak apabila kita menggantungkan harapan pada manusia. Benda bisa rusak, manusia bisa pergi, dan cerita bisa selesai. Akan tetapi diri sendiri tidak boleh hilang. Rapuh sesekali boleh, tapi dia harus menjadi tempat saya sama. Tempat untuk kita pulang. Ia akan menuntun kita pulang ke rumah, supaya ketika harapan dipatahkan kembali oleh realitas tidak akan membuat kita benar-benar kehilangan diri kita seutuhnya.

(poin ini sebagian besar terinspirasi dari kata-kata Tsana yang quotes-able wkwk)

Akhirnya, sampailah kita pada ujung cerita. Saya tidak menyangka bisa menyelesaikan cerita ini, karena selama beberapa waktu cerita ini menjadi trigger warning buat saya khususnya mengenai kisah cinta saya. Tapi sekarang saya sangat bangga dengan diri saya sendiri, karena dia sudah mampu berdamai dan berani mengkisahkan cerita ini dalam tiga bagian.

Ini hanyalah setitik cerita tentang perjalanan hidup saya ketika beranjak dewasa. Memang tidak mudah. Dan pada lain waktu saya pasti akan mengalami hal yang lebih complicated dari ini, tapi saya yakin bahwa seberat apapun hidup yang saya jalani tetaplah berkhusnudzon pada Allah dan semoga hanya masalah-masalah baik yang bisa saya handle yang hadir dalam hidup saya. Begitu pula dengan teman-teman ♡

Sandyakala 💗

Comments