#2 REFLEKSI DIRI: WAKTU TERBAIK
Ada yang mengganjal dalam diri saya selama beberapa minggu ini. Hal ini
tak lain ketika melihat sahabat saya telah melaksanakan sidang skripsi lebih dahulu
dibandingkan saya, bahkan ia sudah diwisudah seminggu yang lalu pada sebuah perguruan
tinggi islam di Kota Surabaya. Perasaan mengganjal yang saya rasakan ini tak
lain karena saya iri melihat sahabat saya tersebut. Mengingat waktu pengerjaan
skripsi lebih dulu saya lakukan dibandingkan dia, bahkan untuk seminar proposal
pun saya melakukannya terlebih dahulu.
Saya melakukan pendaftaran sidang skripsi pada pertengahan bulan Januari
sebelum jadwal sidang skripsi diadakan sesuai dengan yang tertera di kalender
akademik. Sayangnya pada bulan Januari, Fakultas saya tidak melaksanakan sidang
skripsi dikarenakan mahasiswa yang mendaftar skripsi hanya 4 orang dari kuota
pendaftar 10 orang. Maka hingga akhir Januari dan memasuki awal Februari saya
merasa terombang ambing karena belum jelas kapan sidang skripsi dilaksanakan.
Hal ini berbanding terbalik dengan sahabat saya yang telah melaksanakan sidang
skripsi pada pertengahan bulan Januari.
Singkat cerita, saya akhirnya sidang skripsi pada pertengahan bulan
Februari. Nah pada saat ini, sahabat saya sudah merampungkan revisinya dan
beberapa berkas lainnya untuk keperluan daftar wisudah. Sehingga pada akhir
Februari, sahabat saya sudah resmi lulus sebagai sarjana. Alhamdulillah.
Bagaimana dengan saya?
Setelah drama diombang ambing jadwal sidang, ternyata ada drama lainnya
yang sedang menanti saya. MasyaAllah...
Saya dianugerahi dosen penguji yang "istimewa". Karenanya
setelah sidang skripsi saya lakukan, saya melakukan beberapa perbaikan untuk
menyempurnakan skripsi saya sesuai dengan arahan dari dosen penguji. Proses ini
ternyata cukup menguras tenaga, pikiran, dan hati, terbukti hingga awal Maret
ini saya dan teman-teman sidang skripsi lainnya sedang membangun mood kami kembali
yang hingga saat ini masih jatuh terlalu dalam sembari melakukan perbaikan
skripsi.
Rasa-rasanya segala hal yang saya lalui untuk memperjuangkan skripsi hingga
detik ini membutuhkan usaha yang lebih. Pengerjaan skripsi yang
saya (dan teman-teman 1 dosen pembimbing) lakukan dimulai dari semester 7 pada
bulan September 2018, hingga saat ini tercatat 1 Maret 2019 akan tetapi masih
belum clear sepenuhnya. Sudah 7 bulan ternyata, benar-benar tidak terasa
:") selama 7 bulan ini yang ada dalam pikiran saya hanya "skripsi
segera diselesaikan". Jadilah meskipun disemester 7 masih ada beberapa
mata kuliah, tugas berceceran, dan tanggung jawab disuatu organisasi, saya
tetap mencuri-curi waktu untuk mengerjakan skripsi.
Karena berbagai hal diatas, maka tidak heran apabila timbul perasaan iri
dalam diri saya dan saya rasa hal ini wajar. Siapa sih yang tidak mau skripsi
selesai? Lulus cepat? Ya saya rasa rata-rata manusia menginginkan hal ini.
Benar tidak? Kalau dalam teori psikoseksual Sigmund Freud sih bilang bahwa
manusia memang cenderung mengutamakan kesenangan dibanding kesengsaraan. Ya
pastinya laah -__-
Maka saya akui bahwa saya memang memiliki "sedikit" rasa iri terhadap
sahabat saya tersebut. Saya rasa ini manusiawi, karena jujur, siapa sih manusia
yang tidak pernah terbesit sedikit pun perasaan iri melihat kesuksesan orang
lain? Pasti tidak ada kan? Dan kalaupun ada pasti kadar keimanannya sangatlah
tinggi. Saya pun sebagai manusia biasa masih belum mampu untuk mencapai tahap
tersebut, apalagi menghilangkan sifat-sifat negatif yang ada dalam diri saya,
hanya saja saya berusaha untuk meminimalisir sifat ini supaya tidak menimbulkan
sesuatu yang tidak diharapkan.
Sejenak saya berpikir. Sebenarnya apa untungnya saya iri dengan sahabat saya?
Toh meskipun saya iri, tapi saya tetep sahabatan sama dia, saya tetep datang ke
wisudahnya dia, dan saya ngucapin selamat dan doa dengan setulus hati saya. Lantas
apa yang membuat saya iri?
Akhirnya saya paham bahwa perasaan iri yang ada dalam diri saya disebabkan
terjadinya kesenjangan antara ekspektasi dan realita yang telah saya buat
sendiri. Saya memang tipe yang terorganisir, bahkan mengenai impian saya
sekalipun. Saya telah membuat mind mapping mengenai apa saja yang akan saya
lakukan selama beberapa tahun kedepan. Karenanya untuk masalah pengerjaan
skripsi saya telah membuat pemetaannya sebagai berikut:
Seminar proposal (15-19 Oktober 2018)
Sidang skripsi (21-25 Januari 2019)
Wisudah (gelombang 2)
dan rencana-rencana jangka dekat selanjutnya
Saya sempat memiliki pemikiran
bahwa ketika saya tidak dapat melakukan sesuatu sesuai dengan target yang saya
buat diatas, maka impian-impian saya yang lainnya akan mengalami penundaan
(mundur pelaksanaannya). Akan tetapi, akhir-akhir ini saya
mendapatkan cukup banyak tamparan keras dari orang-orang terdekat sekaligus
"teguran" langsung dari Tuhan. Awalnya beberapa memang berjalan
sesuai apa yang saya rencanakan, namun akhir-akhir ini saya merasa tidak ada
yang berjalan sesuai rencana. Bahkan saya harus menunda salah satu keinginan
saya yang sejatinya akan saya perjuangkan pada bulan Maret 2019 mundur menjadi paling
cepat akhir tahun 2019 dan paling lambat awal tahun 2020 nanti.
Meskipun demikian entah kenapa saya tidak merasa kecewa sedikit pun.
Malahan saya berkhusnudzon kepada Allah SWT atas segala skenario yang telah dipersiapkan
untuk saya. Disini saya belajar untuk mengikhlaskan segala hal yang terjadi
dalam diri saya, saya tau bahwa apa yang terjadi pada saya akhir-akhir ini
merupakan sebuah pembelajaran yang diberikan Allah SWT untuk saya supaya
menjadi pribadi yang kuat serta mampu menerima segala proses yang terjadi dalam
diri saya. Disini saya menjadi sadar, bahwa saya selama ini terlampau egois,
terlalu fokus dengan tujuan dan memikirkan diri saya sendiri tanpa pernah
sedikitpun memikirkan ketika saya berada di posisi orang lain.
Seketika saya melihat teman-teman saya yang lain masih berusaha untuk
menghubungi dosen pembimbingnya, ganti judul, dsb. Saat itu saya sadar dan
merasa sangat bersyukur bahwa saya berada di posisi ini. Kemudian saya teringat
seseorang terdekat saya pernah mengatakan "kalau udah selesai skripsian
jangan balik rumah dulu, ajak aku buat ngerjain skripsi. Anak cowok memang
males, makanya butuh anak cewek buat ngingetin. Jangan lupa bantu temenmu, itung-itung
kamu bagi ilmumu ke mereka. Nanti bakal jadi ladang amal buat kamu, toh kalau
kamu ngajarin aku juga aku ajarkan ke anak-anak cowok lainnya". Iya saya
merasa tertampar. Setelah itu saya selalu mengajak teman-teman saya yang lain
untuk mengerjakan skripsi bersama. Terbukti, beberapa anak cowok mau untuk
belajar bersama dan kami pun saling sharing satu sama lain.
Terakhir, saya teringat ketika saya SMP dulu pernah ditugaskan untuk
menanam biji kacang hijau dengan media kapas dan gelas air mineral kemudian
diamati perubahannya tinggi dan jumlah daunnya. Saya ingat sekali waktu itu
saya memperlakukan biji kacang hijau dengan perlakuan yang sama. Namun ketika sudah
tumbuh berkecambah, tidak semua biji kacang hijau memiliki tinggi dan jumlah
daun yang sama. Ada yang tumbuh tinggi-daunnya banyak, ada yang tidak terlalu
tinggi-daunnya lebar, dsb. Masalahnya apa yang membuat mereka tumbuh berbeda
padahal diperlakukan dengan cara yang sama?
Setiap biji kacang hijau tidak semuanya memiliki kemampuan yang sama
untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun diperlakukan dengan cara yang sama akan
tetapi Allah SWT sudah mengatur sedemikian rupa siapa yang tumbuh lebih cepat
ataupun lebih lambat. Tidak semua tanaman yang ditanam akan tumbuh secara
bersamaan. Tak terkecuali bagi manusia, dalam melewati sebuah fase kehidupan, semua
ada waktunya masing-masing. Tidak perlu berkecil hati melihat pencapaian orang
lain yang sudah jauh diatas kita, kita tidak tahu bagaimana orang tersebut ketika
ia sedang dalam masa-masa berjuang untuk ada dalam posisi saat ini, kita tidak
tau seberapa istiqomah ibadahnya dibandingkan kita yang masih nunda-nunda, dan
kita tidak tau seberapa lapang hatinya ketika ia menemui kegagalan. Seseorang
hanya melihat kesuksesannya saja, tanpa melihat bagaimana ia melalui proses untuk menjadi sukses.
Tulisan ini murni sebagai self reminder bagi saya sendiri untuk
selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur atas apa yang terjadi pada diri saya
saat ini dan dikemudian hari. Semoga kita semuanya senantiasa diberikan hati
yang lapang untuk bisa menyukuri atas besar kecilnya nikmat yang telah
diberikan. Yakinlah bahwa "Allah tidak akan memberikan cobaan kepada
kaumnya melebihi kemampuan yang dimilikinya"
Dan untuk sahabatku, mohon maaf sebesar-besarnya telah memiliki perasaan
iri sama kamu. Sekarang aku sadar bahwa itu benar-benar salah. Aku berdoa
semoga apa yang kamu capai menjadi suatu hal yang bisa bermanfaat bagi orang
lain dan diri kamu sendiri. Serta apa yang kamu ingin capai selanjutnya mendapat
kemudahan dari Allah SWT. Amiinn...
Malang,
01 Maret 2019
Comments
Post a Comment