Membaca Dunia dengan Cara Berbeda - Bagian 1: Apa Itu Disleksia?
Taukah kamu? Membaca adalah salah satu kemampuan luar biasa yang dimiliki manusia. Namun, berbeda dengan berbicara yang berkembang secara alami, kemampuan membaca merupakan hasil dari proses pembelajaran yang panjang dan kompleks.
Banyak orang percaya bahwa jika anak-anak dibesarkan di lingkungan yang mendukung dan menghargai literasi, maka ia akan otomatis bisa membaca. Faktanya, tidak sedikit anak termasuk yang cerdas sekalipun mengalami kesulitan dalam belajar membaca.
Meskipun bagi sebagian besar orang membaca tampak seperti proses yang mudah dan otomatis, kenyataannya tidak demikian bagi semua anak. Ketika kita menemui anak yang kesulitan membaca, sayangnya masih banyak yang langsung memberi label negatif seperti "bodoh" atau "malas belajar". Padahal, bisa jadi anak tersebut sedang mengalami kondisi yang berbeda, yang membuatnya kesulitan mengenali huruf, menyusun kata, memahami kalimat, hingga menulis.
Salah satu kondisi yang sering kali tersembunyi di balik kesulitan membaca adalah disleksia. Disleksia memengaruhi kemampuan seseorang dalam memproses bahasa tertulis. Disleksia merupakan suatu kondisi yang sering disalahpahami, namun menyimpan keunikan yang luar biasa.
Apa Itu Disleksia?
Disleksia pertama kali dijelaskan lebih dari 100 tahun yang lalu oleh seorang dokter asal Inggris, W. Pringle Morgan, dalam sebuah artikel di British Medical Journal. Dalam tulisannya, Morgan menceritakan tentang seorang anak yang berusia 14 tahun bernama Percy. Percy adalah anak yang cerdas dan cepat tanggap, menunjukkan prestasi luar biasa dalam pelajaran lisan. Namun, ia memiliki satu kesulitan besar: tidak bisa belajar membaca, meskipun penglihatan dan kecerdasannya normal.
Penemuan Morgan memperkuat laporan sebelumnya dari James Hinshelwood, seorang dokter mata yang juga meneliti kasus serupa. Hinshelwood menemukan bahwa ada anak-anak dan orang dewasa yang tidak bisa membaca meski penglihatannya normal dan kemampuan berhitungnya baik. Saat itu, kondisi ini disebut sebagai "word blindness" atau kebutaan terhadap kata.
Menurut Hinshelwood, ciri utama dari disleksia adalah kesulitan membaca yang tidak terduga. Ini berarti seseorang bisa tampak sangat pintar dalam banyak hal, tetapi tetap mengalami kesulitan serius saat membaca. Ia menjelaskan bahwa disleksia adalah gangguan belajar spesifik, bukan akibat dari kurangnya kecerdasan atau kemauan belajar.
Anak-anak dengan disleksia bukanlah anak yang bodoh, malas, atau lambat belajar. Mereka bisa sangat cerdas dan kreatif, tetapi memiliki kesulitan dalam mengingat bentuk huruf dan kata secara visual. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami kondisi ini lebih dalam agar tidak memberikan label negatif pada anak yang sebenarnya hanya membutuhkan pendekatan belajar yang berbeda.
Siapa yang Mengalami Disleksia?
Banyak anak di sekolah yang sebenarnya mengalami kesulitan membaca, namun tidak terdeteksi sebagai penyandang disleksia. Padahal, disleksia diperkirakan mempengaruhi sekitar 1 dari 5 orang (sekitar 20% populasi). Sayangnya, data menunjukkan bahwa kurang dari 4% siswa di sekolah diidentifikasi sebagai disleksia. Artinya, ada kesenjangan besar antara jumlah anak yang terdampak dan yang mendapatkan diagnosis atau dukungan yang tepat.
Padahal, disleksia bisa dikenali sejak dini, bahkan sejak anak masuk sekolah dasar. Namun dalam praktiknya, banyak anak baru terdeteksi di kelas 3 atau setelahnya -- sebuah waktu yang dianggap terlambat untuk memberikan intervensi yang benar-benar efektif.
Disleksia Tidak Mengenal Gender
Selama ini, disleksia kerap diasosiasikan lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Namun studi menunjukkan bahwa jika semua anak diuji satu per satu, jumlah anak laki-laki dan perempuan yang disleksia sebenarnya sama. Masalahnya, sekolah cenderung lebih cepat mengenali anak laki-laki yang mengalami kesulitan membaca, karena mereka biasanya menunjukkan perilaku yang lebih aktif, sulit diam, atau mudah terlihat guru. Sementara itu, anak perempuan yang tenang dan sopan sering luput dari perhatian, dan baru dikenali sebagai disleksia saat sudah sangat tertinggal dalam membaca.
Pentingnya Intervensi Dini untuk Anak Disleksia
Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa kesenjangan kemampuan membaca antara anak dengan disleksia dan anak tanpa hambatan sudah muncul sejak kelas 1 SD. Jika tidak ada intervensi sejak dini, kesenjangan ini akan terus membesar hingga masa remaja. Oleh karena itu, penanganan harus dilakukan seawal mungkin -- bahkan sejak taman kanak-kanak (TK).
Intervensi dini sangat penting untuk membantu anak membangun fondasi membaca, seperti:
- Mengenali bunyi huruf (fonem)
- Memahami hubungan huruf dan suara
- Membangun kosakata dasar
- Mengembangkan kesadaran fonologis
🌙
Di bagian berikutnya, kita akan menyelami lebih dalam bagaimana otak bekerja saat membaca dan mengapa proses ini bisa berbeda pada penyandang disleksia. Kita juga akan membahan hubungan antara disleksia dan kecerdasan, bahwa di balik tantangan membaca sering tersembunyi potensi dan cara berpikir yang luar biasa.
Sampai jumpa di seri berikutnya:
Membaca Dunia dengan Cara Berbeda - Bagian 2: Di Balik Proses Membaca dan Kecerdasan Disleksia
📖
Referensi: Shaywitz, S., & Shaywitz, J. (2020). Overcoming dyslexia (2nd ed., completely revised and updated). Knopf Doubleday Publishing Group.
Sangat informatif penjelasannya. Ditunggu seri selanjutnya
ReplyDelete