Takdir
Jaman boleh berubah, namun pandangan masyarakat akan pentingnya pendidikan belumlah berubah. Sebagai gadis desa, bisa mengenyam pendidikan sarjana merupakan kesempatan yang luar biasa karena rata-rata para remaja di desaku selepas tamat SMA mereka tidak ada niatan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, alasannya tak lain karena kurangnya perekonomian keluarga sehingga mengharuskan mereka untuk bekerja dalam sektor industri. Selain itu, aku banyak menemukan bahwa remaja-remaja itu mengaku bosan dan tidak ada motivasi untuk terus belajar.
Ketika
sudah memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan
haruslah yang memiliki jenjang karir yang bagus. Kebanyakan, masyarakat desaku menaruh
‘hormat’ pada remaja yang melanjutkan karir dalam bidang militer baik TNI
maupun Polri, kesehatan (dokter, perawat, dan bidan), serta guru. Sehingga,
masyarakat begitu mengeluh-eluhkan keberadaan mereka.
Hal
yang sama juga terjadi pada orang tuaku, beliau begitu menginginkanku untuk
menjadi perawat maupun bidan. Kenapa? Karena perawat merupakan impian Ibu yang belum
tercapai sehingga beliau ingin mewujudkannya melalui aku. Selain itu, stereotip
di masyarakat berpandangan bahwa menjadi seorang perawat atau bidan besar
kemungkinannya akan dipersunting lelaki dari golongan militer. Aku muak dengan
fakta ini. Ketika masih SMP hingga SMA kelas XI aku masih mau-mau saja impianku
diarahkan oleh orang tuaku menjadi seorang perawat. Namun menginjak SMA kelas
XII, keinginanku untuk memberontak semakin kuat karena pada waktu ini aku mulai
menyukai keilmuan biologi murni khususnya bidang genetika. Setelah memikirkan
matang-matang ditambah aku mulai takut terhadap darah, aku pun meminta izin
kepada orang tuaku untuk mundur dari calon mahasiswa keperawatan. Untuk
menenangkan orang tuaku, aku tetap mendaftar ke jurusan kesehatan dengan
konsentrasi analisis kesehatan dan gizi.
Singkat
cerita, semua impian yang telah aku dan orang tuaku impikan gagal total. Aku
tidak masuk ke jurusan biologi murni, analisis kesehatan, maupun gizi. Aku pun
berakhir pada jurusan psikologi, jurusan yang sama sekali tidak pernah terpikir
olehku. Aku pun ikhlas, begitu pula orang tuaku. Karena hanya jurusan inilah
yang menerimaku dari seluruh jalur masuk perguruan tinggi yang aku ikuti.
Bagi
masyarakat desa, pemahaman akan keilmuan psikologi sangatlah awam. Berkali-kali
aku ditanya “kuliah jurusan apa”, aku pun menjawab “psikologi” kemudian tidak
ada tanggapan apapun dari mereka. Tak jarang ada yang menanggapi, “opo iku psikologi? Dadi opo engkok?(apa itu
psikologi? Nanti jadi apa kalau lulus?)”, bahkan saking asingnya keilmuan
psikologi ada juga yang menggampangkannya dengan menyebut perawat atau guru
(biasanya masyarakat memahami jurusan perkuliahan melalui profesi dari
lulusannya).
Ketika
pertemuan keluarga pun, tak banyak yang menyinggung perihal kuliahku. Mereka
asyik membahas sepupuku yang barusan lulus dari kebidanan atau sepupuku yang
menjadi guru. Tak jarang aku pun merasa tersinggung dengan keadaan yang ada.
Namun aku selalu mensugesti pikiranku untuk selalu berpikir positif. Aku tidak
mau hanya karena jurusanku nyeleneh
masyarakat mengucilkanku dan menjadikan semangatku down.
Bagi
aku sendiri, meskipun masuk jurusan psikologi merupakan suatu ketidaksengajaan.
Namun aku sudah jatuh cinta sejak pertama kalinya menginjakkan kaki di kampus. Aku
tidak menyangka bahwa keilmuan psikologi sangatlah luas dan mempelajari manusia
secara mendalam. Selama ini, aku mengira bahwa psikologi mempelajari tentang
gangguan jiwa (klinis) saja. Namun lebih dari itu keilmuan psikologi bisa
diterapkan dalam segala bidang, mulai dari bidang industri, perkembangan
manusia, sosial, forensik, pendidikan, hingga psikologi positif yang berlawanan
dengan konsep psikologi yang selalu berhubungan dengan gangguan jiwa.
Semakin lama aku semakin cinta akan
keilmuan ini, aku pun tidak malu lagi untuk menunjukkan kepada dunia seperti
apa jurusanku. Banyak sekali hal baru yang aku dapatkan dari hasil belajar
psikologi, tentunya sebagai mahasiswa psikologi menjadikanku lebih manusiawi
serta memiliki empati dan kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan sekitar.
Lebih dari itu, mendalami keilmuan psikologi membuatku untuk lebih memanusiakan
manusia hehe...
Comments
Post a Comment