8 Cara Agar Berhasil Dalam Menghukum Anak


Dalam mendisiplinkan perilaku anak, kadangkala orang tua menggunakan hukuman sebagai cara untuk memberikan ganjaran atas perilaku mereka. Namun sejauh mana peran hukuman ini memberikan dampak perubahan pada perilaku anak? Saya akan mencoba untuk menuliskan beberapa poin disini, bagaimana seharusnya penerapan hukuman yang tepat bagi anak. 

Hukuman merupakan sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Tujuan dari pemberian hukuman ini tak lain adalah untuk mendorong anak melakukan hal baik, meninggalkan sesuatu yang buruk, mengubah perilaku anak ataupun meluruskannya, yang semuanya dilakukan sesuai dengan ketentuan dari syariat yang ada. Hukuman diberikan kepada anak dengan harapan anak akan sadar akan kesalahannya serta berani untuk bertanggung jawab atas perilakunya.

Bagaimana islam memandang hukuman bagi anak?

Ibnu Khaldun berkata di dalam bukunya Muqaddimah, bahwasannya “Orang yang dididik dengan kekerasan yang membuatnya tertekan, justru (hukuman yang keras tersebut) akan menghilangkan semangatnya, dan membuatnya menjadi malas. Mendorongnya untuk berbohong karena takut akan siksaan yang bisa menimpanya. Mengajarkan untuk menipu. Akhirnya, itu semua menjadi akhlak buruk yang tertanam dalam dirinya sehingga hilanglah sifat kemanusiaan yang ada pada dirinya”.

Dengan demikian, diperbolehkan memberikan hukuman pada anak apabila hukuman tersebut murni dilakukan untuk mendidik perilaku anak. Tetapi orang tua tidak boleh lupa bahwasannya sesudah menghukum anak, orang tua diharuskan berinteraksi dengan anak-anak dengan penuh kasih sayang dan lemah lembut. Orang tua juga harus mengganti hukuman yang telah diberikannya dengan rasa kasih sayang, dan belaian kepada anak. Hal ini menunjukkan bahwa hukuman yang diberikan orang tua sebagai wujud rasa cinta orang tua kepada anaknya. Melalui hukuman itulah orang tua mengarahkan perilaku anak supaya menjadi anak yang baik. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw, “Mengajarlah dengan cara yang baik, dan janganlah berbuat kekerasan karena pengajar itu lebih baik dari pada pelaku kekerasan”.

Demikianlah urgensi pemberian hukuman bagi anak menurut syariat islam. Hukuman sebagai wasilah untuk mengevaluasi diri, memperbaiki ummat, dan mengobati penyakit bangsa. Ummat yang hidup tanpa adanya hukuman kepada ummat yang berbuat salah akan menjadikannya ummat yang rusak.
Contoh yang paling tepat dalam menggambarkan ini adalah bangsa Amerika. Para ahli pendidikan disana sangat menghindari hukuman, dan sangat tidak menyukainya. Hasilnya, Presiden Kennedy pada tahun 1962 meneriakkan bahwa masa depan Amerika berada di ujung tanduk karena para pemudanya telah rusak, dan tenggelam dalam hawa nafsu, serta tidak mampu untuk memikul tanggung jawab di pundaknya. Dari setiap tujuh orang yang mengikuti wajib militer, enam diantaranya berperilaku tidak baik. Karena terlepas dari tanggung jawab, dan tuntutan moral membuat mereka rusak, baik dari sisi fisik maupun psikisnya.

Beberapa bentuk hukuman yang telah disyariatkan, diantaranya:

1.      Teguran yang baik

Teguran merupakan bentuk hukuman yang paling ringan. Imam Al-Ghazali pernah menerangkan hukuman dalam bentuk teguran sebagai cara untuk memperbaiki kesalahan anak, “Hendaklah orang tua menghukum anaknya tidak di hadapan orang lain. Dan katakanlah kepada anak, ‘kamu tidak boleh melakukan hal seperti itu lagi’. Juga jangan terlalu sering memberi teguran atau pun peringatan karena jika anak terlalu sering mendengar peringatan, dan ancaman ia jadi merasa rendah diri dan minder.”

2.      Memberikan pengertian

Dari Rafi bin Amr Al-Ghifari, ia berkata, “Ketika aku masih kanak-kanak, aku pernah melempari pohon kurma milik kaum Anshar. Lalu, aku dibawa menghadap Rasulullah saw. Beliau bertanya kepadaku, ‘Kenapa kamu melempari pohon kurma itu?’ Aku menjawab, ‘Karena aku ingin memakannya’. Beliau berkata, ‘Janganlah kamu melemparinya, makan saja yang sudah jatuh ke tanah’. Kemudian beliau mengusap kepalaku sambil berkata, ‘Ya Allah, kenyangkanlah perut anak ini’.”
Demikianlah cara yang ditempuh Rasulullah saw dalam menghadapi seorang anak yang berusaha untuk mencuri. Rasulullah saw memberikan pengertian kepada anak tersebut dengan penuh kasih sayang, beliau berkata kepada anak itu, “Janganlah kamu lempari pohon kurma itu, makan saja apa yang sudah jatuh ke tanah.” Kemudian, beliau mengusap kepalanya sambil mendoakannya, “Ya Allah kenyangkanlah perut anak ini.”

3.      Menjauhkan apa yang disenangi anak

Cara ini dianggap sebagai salah satu cara yang sangat berpengaruh kepada anak yang dihukum, terlebih lagi ketika sesuatu yang dijauhkan itu adalah sesuatu yang sangat disenangi anak.
Contohnya, jika anak sangat senang bermain game, ketika ia dijauhkan dari game, itu adalah hukuman yang berat baginya. Bahkan bisa jadi lebih baik dihukum dengan pukulan daripada harus dijauhkan dari game.
Akan tetapi, pelarangan ini akan berbeda antara satu anak dengan anak lainnya, tergantung pada tabiat anak tersebut. Kecuali ada beberapa hal yang sudah pasti disenangi semua anak, seperti uang jajan, ataupun bermain di luar rumah.

4.      Celaan

Celaan berbeda dengan cacian dan penghinaan. Celaan merupakan metode pendisiplinan anak yang sesuai dengan cara yang lunak. Sedangkan cacian dan penghinaan hanya akan melahirkan perasaan minder, rendah diri, dan iri terhadap orang lain.
Contoh celaan yang baik, “Masuk akal tidak, nilai kamu seperti ini.” Atau seperti ini, “Kemanakah semua mata pelajaran yang telah kamu pelajari selama ini?.”

5.      Mendiamkan anak (tidak diajak bicara)

Membiarkan anak dan menjauhinya dianggap sebagai salah satu cara untuk menghukumnya berupa hukuman psikis. Sejauh mana cinta anak kepada orang tuanya maka sejauh itu pula perasaan sedih yang dirasakan anak ketika dihukum dengan cara tersebut. Rasa sedih karena didiamkan itu bisa membuatnya merasa kehilangan rasa cinta, dan sayang yang biasa dia dapatkan.

Salah satu contoh mendiamkan anak seperti ini, “Karena kamu tadi tidak mengerjakan sholat ashar, ayah tidak akan berbicara kepadamu seharian penuh.”
Dalam memberikan hukuman dengan cara ini perlu diingat bahwa jangan terlalu lama mendiamkan anak. Batas maksimum mendiamkan anak selama 3 hari. Karena jika orang tua terlalu lama mendiamkan anak, anak akan merasa bahwa keberadaannya sudah tidak diterima lagi oleh kedua orang tuanya, hal ini bisa mendorong lahirnya semangat permusuhan, senang balas dendam, iri, menentang, cemas, dan pada akhirnya membuat anak menjadi tertutup. Bahkan tidak menutup kemungkinan anak menjadi senang mencari perhatian orang lain dengan cara yang tidak baik.

6.      Pukulan

Pukulan dianggap sebagai jalan terakhir dalam memberikan hukuman. Karena pukulan adalah hukuman yang paling keras. Orang tua tidak boleh menggunakannya, kecuali jika semua cara sebelumnya berakhir dengan kegagalan.

            Jika para orang tua ingin hukuman yang diberikan membuahkan hasil, maka harus memperhatikan beberapa hal di bawah ini:
  1. Janganlah orang tua melakukan sesuatu orang tua larang untuk anak, karena anak akan merasa tersakiti  dan kehilangan kepercayaan dirinya.
  2. Jangan hukum anak didepan teman-temannya
  3. Jangan terlalu banyak mengancam hukuman tanpa pernah ada yang dilakukan karena anak akan menggangap remeh arti hukuman.
  4. Jangan larang anak menangis ketika dikenakan hukuman.
  5. Jangan mengancam anak dengan sesuatu yang abstrak atau tidak ada, seperti menakut-nakutinya dengan hantu.
  6. Terangkan kepada anak agar ia mengerti kenapa dirinya harus dihukum sehingga ia bisa menangkap adanya hubungan antara hukuman sebagai akibat dan suatu pelanggaran sebagai sebab.
  7. Jangan hukum anak karena melakukan sesuatu yang tidak penting.
  8. Tidak ada alasan untuk menghukum anak jika kejadiannya sudah lama terjadi.



Referensi: Al-Khal’awi, Mahmud dan Mursi, Muhammad Said. 2007. Mendidik Anak Dengan Cerdas. Sukoharjo: Insan Kamil.

Comments