Diriku, Novel, dan Drama Korea


Minggu lalu guna mengisi waktu liburku, aku menghabiskan beberapa buah novel dan juga drama korea yang sudah aku stok jauh-jauh hari sebelum masa liburan tiba. Yah, aku termasuk pecinta korean pop atau yang biasa dikenal k-popers. Dibanding film-film Eropa dan Amerika, aku memang lebih menyukai film-film Asia seperti film dari Korea Selatan, Jepang, China, Turki, maupun Thailand. Karena bagiku yang seorang Asia ‘tulen’, budaya yang disajikan dalam film Eropa apalagi Amerika terkadang kurang sesuai dengan budaya Asia. Sehingga ada beberapa hal yang menurutku sukar untuk diterima dan diimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Jujur aku akui bahwa terkadang, secara sadar maupun tidak sadar aku mengadopsi suatu hal yang berasal dari tayangan film-film yang telah aku tonton. Namun tenang saja, proses pengadopsian yang aku lakukan merupakan suatu hal yang positif dan tentunya sangat membantu kehidupanku sehari-hari seperti penggunaan sticky note, penataan ruangan, catatan perkuliahan, mode pakaian, merupakan sebagaian kecil hal-hal yang biasanya aku adopsi dari hasil  nge-drakor.

Selain lagu, drama, dan film, aku juga pecinta novel. Jika dulu novel yang aku sukai bergenre teen-lit ataupun romance, sekarang semenjak aku menjadi mahasiswa psikologi aku mencoba keluar dari zona nyaman membaca novel yang itu-itu aja. Jadilah aku sekarang ‘sedang’ menyukai novel-novel yang berbau misteri, science-fiction, maupun motivasi. Lima hari yang lalu, saya berhasil merampungkan 5 novel bestseller karya Tere Liye yakni Hujan, Bumi, Bulan, Matahari, dan Sepotong Hati Yang Baru. Masing-masing novel tersebut aku baca dalam waktu 1 hari. Tentu hal ini tidak lepas dari kegemaranku akan membaca novel, sehingga aku mampu menghabiskan novel yang berisi 400 halaman selama 1 hari antara 5-7 jam saja. Sungguh sebuah keajaiban bagiku, karena untuk menghabiskan 1 buah buku mengenai Perang Korea yang telah aku beli di sebuah bazar buku, aku membutuhkan waktu lebih dari 2 bulan. Itupun harus aku pending terus-terusan dengan alasan ‘nanti aja dilanjutkan’. Ah, alasan klasik memang. HAHA.

Tak jauh berbeda dengan cerita ‘melahap’ novel diatas, aku juga termasuk tipe orang yang sangat cepat dalam ‘melahap’ drama korea. Bayangkan saja, untuk 1 drama korea yang berdurasi 1 jam dengan rata-rata 20 episode, aku hanya membutuhkan waktu 3 hari untuk menyelesaikannya. Tentu ini belum bisa dijadikan patokan, karena terkadang ada beberapa drama yang hanya berjumlah 12, 16, hingga 40 episode bahkan lebih. Namun untuk drama yang memiliki episode panjang yang melebihi 30 episode biasanya memang durasinya lebih pendek, sekitar 30 menit. Jadi jika di kalkulasikan, dalam 2-4 hari aku mampu untuk ‘menyelesaikan’ 1 drama korea.

Well, aku mengakui bahwa kecintaanku akan dua hal ini begitu besar bahkan bisa dibilang ‘addicted’. Membaca novel dan menonton drama korea bagi saya memiliki ‘magnet’ khusus yang menarikku untuk melakukan hal itu lagi dan lagi. Bahkan saking terlalu addicted-nya, ketika Ujian Akhir Semester (UAS) pun aku mampu menonton drama korea sebanyak 3-5 episode disela-sela waktu belajar. Aku pun beranggapan bahwa dengan menonton drama korea, aku bisa mengurangi ketegangan ketika belajar menjelang UAS. Sederhananya, melalui drama korea aku mencoba untuk menjadikannya sebuah coping stress. Coping stress ini merupakan sebuah strategi pertahanan diri yang dilakukan oleh manusia dalam menghadapi stressor. Stressor yang ada dalam diriku (belajar menjelang UAS) membuat ketegangan dan rentan terkena stres. Sehingga aku mengatasinya dengan cara menonton drama korea untuk menenangkan ketegangan (sebagai media koping). Namun, terkadang muncul kekhawatiran yang ada dalam diriku bahwa strategi pertahanan diri yang aku lakukan ini hanya akan menghambat pengembangan diri. Istilahnya coping yang aku lakukan untuk menghadapi stressor tersebut malah menghambat kerja saya dan beralih fungsi menjadi coping maladaptif apabila dilakukan dalam durasi yang terlalu lama. Tak bisa dipungkiri, perilaku nge-drakor yang ada dalam diriku ini bagaikan sebuah virus yang sudah terlalu dalam menyerang hati, pikiran, dan jiwa. Bahkan terkadang aku takut, jika aku terlalu berlebihan maka lama kelamaan akan menghambat aktivitas. Tapi untunglah sejauh ini aku tidak terlalu berlebihan.

Meskipun bayang-bayang kecanduan terus menghantui pikiran. Aku akui bahwa aku tidak bisa lepas dari kebiasaan nonton drama korea. Akhirnya aku pun mengambil sisi positif dari apa yang aku lihat. Aku banyak sekali belajar dari berbagai cerita yang tersaji dalam setiap drama. Karena aku termasuk tipe pembelajar yang visual dan auditori, beberapa drama korea yang aku tonton seringkali memberikan pengetahuan baru yang belum pernah aku dapatkan dibuku manapun. Seperti drama yang mengangkat cerita pengungkapan pembunuhan berantai, kehidupan rumah tangga, kehidupan sekolah, kedokteran, dan hukum. Jika membaca novel membuatku mengimajinasikan setiap paragraf yang ada, maka untuk menonton drama aku pun bisa memvisualisasikan secara langsung bagaimana jalan cerita drama tersebut. Sehingga, dengan perpaduan imajinasi dan visualisasi akan mempermudah pembentukan memoriku dalam menyimpan sebuah informasi. Ketika menonton drama korea, proses mengingat yang aku lakukan akan suatu peristiwa yang terjadi dalam drama tersebut semakin cepat dan mudah. Bahkan aku akui bahwa pembelajaran melalui drama korea memudahkanku untuk me-recall (memanggil kembali) informasi yang telah tersimpan di long term memory jikalau suatu saat aku membutuhkan informasi tersebut. Untuk memudahkan proses recall, aku biasanya melakukan identifikasi ketika menonton drama. Identifikasi ini diantaranya berasal dari pemain dramanya siapa, propertinya apa, momennya seperti apa, dan sebagainya. Ajaibnya, ketika aku mendengarkan lagu yang menjadi soundtrack drama tersebut, memoriku serasa melakukan recall dengan sendirinya. Sehingga aku bisa mendengarkan musik tersebut sembari ingatanku memunculkan adegan yang diiringi oleh soundtrack tersebut. Karenanya, aku berpikir bahwa melalui drama korea aku bisa mempelajari sesuatu hal yang baru dan memudahkanku untuk menyimpan ‘hal yang baru tersebut’ ke dalam long term memory. Terbukti, beberapa drama Korea yang telah aku tonton beberapa tahun yang lalu detail adegannya masih terlihat jelas dalam ingatan. Seperti drama Korea City Hunter, The Moon That Embraces The Sun, Full House, My Girlfriend Is Gumiho, dan sebagainya yang telah aku tonton delapan tahun yang lalu.

Oke, demikianlah caraku memanfaatkan waktu libur kuliah. Memang tidak seproduktif banyak orang, namun aku menikmatinya. Maklumlah aku memang bukan tipe orang yang suka bepergian jauh dan petualang alam. So, membaca novel dan menonton drama korea adalah referensi terbaik untuk mengisi waktu libur bukan? Selain kita mendapatkan hiburan, kita juga mendapatkan pengetahuan baru. Inilah cerita liburanku, gimana liburanmu?

Sidoarjo, 10 Januari 2018


Comments