#3 REFLEKSI: CATATAN MENUJU SEPEREMPAT ABAD
Hallo ini Sandyakala.
Sudah hampir setahun lebih saya tidak mengupdate apapun di blog ini. Jujur saja memang motivasi menulis saya semakin menurun setelah saya lulus kuliah. Meskipun demikian seringkali saya menantang diri saya untuk terus menulis dan menghasilkan karya. Beberapa postingan di tahun 2021 merupakan hasil dari paksaan agar diri saya tetap bisa berkarya melalui tulisan. Semoga teman-teman pembaca berkenan untuk membaca tulisan saya yang didominasi tentang drama korea itu wkwk
Kali ini mumpung saya sedang merasa on fire untuk menulis, saya berniat menuliskan sebuah catatan refleksi untuk saya dan dari diri saya. Catatan ini akan saya jadikan sebagai pengingat untuk diri saya di masa depan. Sebuah catatan mengenai perjalanan hidup saya menuju seperempat abad.
Pada tahun ini, saya genap berusia 24 tahun. Sebuah fase dimana saya sudah dianggap sebagai orang dewasa secara legal. Seperti sudah bisa melakukan pernikahan, menjadi seorang istri dan ibu dari anak-anak, mandiri secara finansial dari orang tua, serta bertanggung jawab atas kehidupan sosial di masyarakat.
Hmm menjadi dewasa terlihat sederhana dan asyik bukan?
Tentu saja saya akan menjawab 'iya' kalau pertanyaan tersebut ditanyakan pada saya ketika saya berusia 8-10 tahun. Akan tetapi apabila pertanyaan tersebut ditanyakan pada saya sekarang, saya dengan tegas akan menjawab "menjadi orang dewasa tidak mudah!"
Mari saya bantu mengulas berdasarkan pengalaman psikologis saya mengapa menjadi dewasa bukanlah hal yang mudah...
Secara hukum seseorang dikatakan dewasa apabila ia sudah berusia 21 tahun. Apabila teman-teman berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi dibangku perkuliahan, maka pada usia ini seharusnya-sewajibnya teman-teman sedang/selesai mengerjakan skripsi dan akan lulus kuliah. Benar tidak?
Setelah lulus dari bangku perkuliahan bukanlah akhir dari perjalanan diri saya dan teman-teman, melainkan sebuah awal baru menuju dunia baru yang harus kita taklukkan. Dunia orang dewasa.
Di dunia ini kita banyak dihadapkan pada banyaknya ekspektasi dan tuntutan dari keluarga dan lingkungan sosial. Disisi lain kita harus bertanggung jawab pada diri sendiri, dan menjadi mandiri baik secara ekonomi, psikologis, dan sosiologis.
Jadi tidak heran jika diusia ini akan banyak sekali pertanyaan-pertanyaan terkait:
"Kerja dimana?"
"Sudah punya calon suami?"
"Ngapain aja kok kuliah nggak lulus-lulus?"
"Gaji kamu berapa?"
"Penghasilanmu sudah buat beli apa saja?"
"Kapan nikah?"
"Kapan beli mobil?"
Dan berbagai pertanyaan-pertanyaan tuntutan dan ekspektasi lainnya.
Belum lagi, adanya tuntutan pencapaian-pencapaian yang lebih sukses, lebih mapan, daripada teman-teman sebaya kita. Siapa yang lebih cepat lulus kuliah, kerja yang mapan-nyaman-aman, menikah dan membangun keluarga yang harmonis, melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, mempunyai rumah-mobil-aset yang banyak, dan pencapaian duniawi lainnya, dialah seorang pemenang baik dalam angkatan sebaya ataupun dalam memuaskan ekspektasi masyarakat.
Hidup di usia dewasa ini bagaikan hidup dalam perlombaan pacuan kuda. Siapa yang lebih cepat, dialah pemenangnya. Karenanya tidakkah kita merasa lelah harus berlarian demi memuaskan ekspektasi yang tidak ada hentinya?
Saya pribadi, seringkali merasa gusar karena saya merasa tidak nyaman seseorang menghakimi diri saya. Saya merasa gusar apabila seseorang membandingkan pencapaian saya dengan teman-teman seangkatan saya. Saya merasa gusar apabila saya dibilang terlalu cuek dan pemilih sehingga para pria enggan mendekati saya. Serta saya merasa gusar ketika orang lain menganggap rendah pekerjaan saya.
Bagi saya, siapakah mereka berani menghakimi jalan hidup seseorang. Padahal rezeki, jodoh, kematian, pekerjaan, pencapaian hidup merupakan rezeki dari Allah SWT, Sang Maha Pemberi. Jalan hidup dan pencapaian saya, hanya Allah SWT dan diri saya yang berhak menentukan, bukan ekspektasi-ekspektasi masyarakat.
Poin pertama yang saya pelajari saat menjadi dewasa ialah 'belajar memilah dan memilih informasi/nasihat yang baik untuk diri kita'. Karenanya tidak semua informasi/nasihat yang diberikan kepada kita harus kita terima dan lakukan, termasuk informasi/nasihat dari orang terdekat. Pilihlah informasi/nasihat yang relevan dengan nilai-nilai diri kita, yang membuat diri kita merasa tenang dan tidak meragukan kemampuan kita saat mengatasi masalah. Karena bagaimanapun, menjadi dewasa adalah dengan mempercayai diri sendiri bahwa kita mampu mengatasi segala permasalahan yang terjadi dengan bertumpu pada kedua kaki kita sendiri.
Saat menjadi dewasa, kita akan sering dihadapkan pada postingan teman-teman kita yang didominasi dengan berita lamaran, pernikahan, perpindahan tempat kerja yang lebih menjanjikan, rumah baru, mobil baru, travelling, dan sebagainya. Jujur saja melihat postingan-postingan seperti itu sedikit banyak menimbulkan kecemburuan bukan? Apalagi jika kita belum mencapai semua itu dan masih struggling dengan diri kita saat ini.
Lalu bagaimana sebaiknya kita menyikapi hal ini apabila terjadi pada diri kita?
Kita tidak mungkin meminta teman-teman kita tidak memposting sesuatu yang membuat kita insecure. Kita juga tidak mungkin setiap saat menjadi polisi media sosial yang mengawasi setiap postingan teman-teman agar kita tidak merasa insecure. Kita juga tidak mungkin selalu merasa insecure, rendah diri, kesal, marah, pada teman kita yang memposting pencapaiannya di media sosial. Karenanya poin kedua yang saya pelajari saat menjadi dewasa ialah 'belajar berkompromi dengan diri sendiri'.
Biarkan saja teman kita memposting pencapaian dan kebahagiaannya di media sosial. Itu adalah hak mereka, selain itu media sosial yang mereka gunakan untuk memposting merupakan milik mereka sendiri. Kita tidak berhak memberikan intervensi atas postingan di akun media sosial teman-teman kita, yang perlu kita lakukan ialah mengajak diri kita untuk berkompromi. Bahwa apapun yang orang lain posting merupakan urusan mereka, apabila kita merasa terganggu, silahkan gunakan fitur mute akun media sosial atau unfollow apabila diperlukan.
Membiasakan diri kita untuk selalu siap berkompromi atas segala situasi yang terjadi akan memudahkan kita memilah hal-hal yang perlu kita terima atau tidak. Selain itu hal ini akan melatih kemampuan kita dalam beradaptasi pada kehidupan bermasyarakat.
Kalau sudah berhubungan dengan kehidupan sosial kemasyarakatan, bukan hanya tentang 'saya' atau 'kamu' melainkan 'kami' dan 'kita' sebagai anggota masyarakat luas. Kita hidup dalam komunitas masyakat digital (dalam hal ini orang-orang dalam media sosial) dan komunitas masyarakat didunia nyata. Akan butuh banyak tenaga dan waktu untuk membungkam mereka-mereka yang nyinyir terhadap pencapaian dan hidup kita. Tentu saja lingkungan tidak akan bersikap seperti yang kita mau. Tuntutan di masyarakat tidak akan pernah ada habisnya. Karenanya menjadi dewasa salah satunya termasuk berkompromi dengan lingkungan.
Tidak peduli sekeras apapun lingkungan menuntut kita dengan berbagai ekspektasi yang diluar batas kemampuan kita, yang perlu kita lakukan ialah pegang erat nilai-nilai yang kita anut dan percaya akan kemampuan diri sendiri. Jangan biarkan seseorang mengintervensi hidup kita. Hidup kita, kita lah yang menjalani. Sekecil apapun pencapaian yang kita miliki, wajib disyukuri. Takdir kehidupan manusia selalu berputar, tidak selamanya seseorang akan berada diatas, dan tidak selamanya pula seseorang berada dibawah.
Semoga bagaimana pun keadaan yang harus kita lalui di masa depan, kita senantiasa diberikan bahu yang kokoh, tubuh yang tegap, langkah yang tegas, dan bijak dalam bersikap dan membawa diri.
Semoga dalam setiap langkah yang akan kita lewati pada hari ini, besok, dan bulan-bulan serta tahun-tahun mendatang mendapatkan kemudahan dan kelancaran. Semoga kita bisa melalui setiap fase kehidupan manusia dengan sebaik-baiknya.
Dari saya, seseorang yang masih perlu banyak belajar dan berbenah diri. Terima kasih sudah membaca catatan ini hingga akhir..
Comments
Post a Comment